Artikel, Salam News. Id – Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Ezra dan berfirman agar tidak meremehkan dosa, meski tampak kecil sekalipun. Karena dosa kecil tetap merupakan pelanggaran terhadap Allah, Tuhan yang Maha Besar dan Maha Suci dari segala kekurangan.
Begitu juga, bila mendapatkan kebaikan meski sedikit, jangan lihat ukurannya, lihat kepada siapa kebaikan itu berasal. Kebaikan itu adalah pemberian dari Allah, Sang Pemberi Rezeki yang mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Dan jika kamu ditimpa musibah, jangan keluhkan kepada makhluk, sebagaimana Allah tidak mengadukanmu kepada malaikat-Nya. Allah Maha Mengetahui kesalahan kita, namun tetap menutupi aib dan tidak membukanya kepada makhluk-Nya yang lain.

Maka bersabarlah dalam segala ujian, karena Allah melihat kesabaran itu sebagai bagian dari keimanan dan ketundukan. Ucapan keluh kesah hanya akan membuat hati makin berat dan jauh dari makna ridha atas ketetapan-Nya.
Hatim al-Asamm menasihati tentang cara memandang orang lain berdasarkan tingkat ilmu dan amal seseorang. Jika seseorang berilmu, pujilah ilmunya, karena dia tahu dan mengamalkan apa yang tidak kita ketahui sebelumnya.
Jika dia bodoh, jangan merasa lebih baik, karena bisa jadi kita durhaka dengan ilmu, sedangkan dia tidak tahu. Kebodohan seseorang bukan alasan untuk merasa lebih, karena kita pun belum tentu lebih baik di akhir hidup nanti.
Jika seseorang kafir, jangan langsung menghakimi, bisa jadi Allah memberi hidayah dan ia mati dalam keadaan saleh. Sedangkan kita yang beriman, belum tentu konsisten dalam keimanan, dan bisa saja tergelincir pada akhir perjalanan.
Maka jangan merasa paling benar atau paling tinggi, karena urusan akhir hidup ada di tangan Allah semata. Hatim mengajarkan kita untuk bersikap adil, rendah hati, dan selalu introspeksi diri dalam menilai sesama manusia.
Jadilah manusia yang hidup di tengah manusia, tidak merasa lebih baik atau lebih tinggi dari yang lainnya. Karena Allah tidak menyukai kesombongan dan membedakan manusia berdasarkan kedudukan atau kekayaan semata.
Sebagian orang saleh bahkan memanjatkan doa agar dijadikan pribadi yang sabar, bersyukur, dan rendah hati. Mereka juga meminta kepada Allah agar terlihat kecil dalam pandangan diri, namun besar dalam pandangan manusia.
Permintaan ini mencerminkan keinginan untuk menjaga hati dari penyakit sombong dan mencari ridha Allah semata. Allah SWT menegaskan kepada Nabi Ezra bahwa melihat kecilnya dosa adalah bentuk kelalaian terhadap keagungan Allah.
Sedangkan melihat kecilnya kebaikan, adalah bentuk ketidaksyukuran terhadap nikmat yang datang dari Tuhan kita. Dalam musibah, orang beriman justru harus menguatkan diri dan tidak menjadikan makhluk sebagai tempat mengadu.
Karena sesungguhnya yang paling layak mendengar curhat dan keluh kesah hanyalah Allah Yang Maha Pengasih. Imam Ibnu Uyaynah berkata, bersabarlah dan merasa cukup, maka engkau bukan termasuk orang yang tidak sabar.
Orang sabar akan mendapat kedudukan mulia di sisi Allah, karena dia percaya pada takdir dan hikmah-Nya. Rasulullah SAW sendiri, ketika sakit menjelang wafat, tetap mengeluhkan hanya kepada Jibril, bukan manusia.
Bahkan beliau tetap menjaga adab meski dalam keadaan sulit, menunjukkan keteladanan luar biasa dalam bersabar. Hatim al-Asamm atau Abu Abdurrahman dikenal sebagai ulama besar, murid dari Syekh Shaqiq al-Balkhi di Khorasan.
Dia terkenal karena kebijaksanaan dan ilmunya, serta keteguhan dalam amal dan kehidupan zuhud yang menginspirasi. Pelajaran dari Ezra dan Hatim mengajarkan kita bahwa hidup harus penuh kesadaran, kesabaran, dan penghambaan.(Red/Part.14)
Refrensi Kajian,
Kitab Nashaihul Ibad
وقِيلَ : أَوْحَى اللَّهُ تَعَالَى إِلَى عُزِيرِ النَّبِيِّ فَقَالَ : يَا عُزَيْرُ إِذَا أَذْنَبْتَ ذَنْباً صغيراً .. فلا تنظر إِلَى صِغَرِهِ وَانْظُرْ إِلَى مَنْ أَذْنَيْتَ لَهُ، وَإِذَا
أَصَابَكَ خَيْرٌ يسير.. فلا تنظر إِلَى صِغَرِهِ وَانْظُرْ إِلَى مَنْ رَزَقَكَ، وَإِذَا أَصَابَكَ بَلِيَّةٌ .. فَلَا تشكوني إلى خَلْقِي كَمَا لا أَشْكُوكَ إِلى مَلَائِكَتِي إِذَا صَعَدَتْ إِلَيَّ مَسَاوِيكَ .
وعن حاتم الأصم :
وإن كان عالماً قلت : هذا أعطي ما لم أبلغ وقال ما لم أقل وعلم ما جهلت وهو يعمل بعلمه، وإن كان جاهلاً قلت: هذا عصى الله بجهل وأنا عصيته بعلم ولا أدري بم يختم لي أو بم يختم له، وإن كان كافراً قلت: لا أدري عسى أن يسلم فيختم له بخير العمل وعسى أن أكثر فيختم لي بسوء العمل اهـ.
وكن عند الناس رجلاً من الناس فإن الله يكره أن يرى عبده متميزاً عن غيره كما في الحديث. وكان بعضهم يدعو بهذا الدعاء اللهم اجعلني صبوراً واجعلني شكورا واجعلني في عيني صغيراً وفي أعين الناس كبيراً.
(و) المقالة الثانية والعشرون (قبل: أوحى الله تعالى إلى عزير النبي عليه السلام (فقال : ) عز وجل يا عزير إذا أذنبت ذنباً صغيراً فلا تنظر إلى صغره) أي ذلك الذنب وانظر إلى من أذنبت له، وإذا أصابك خير يسير فلا تنظر إلى صغره) افي ذلك الخير وانظر إلى من رزقك أي من ساق ذلك الخير إليك (وإذا أصابك بلية فلا تشكني إلى خلقي كما لا أشكوك إلى ملائكني إذا صعدت إلى مساويك) في عيونك
قال الإمام ابن عيينة من شكا للناس وقليه صابر راض بالقضاء لم يكن جزعاً فإن النبي ﷺ قال: أَجِدُنِي يَا جِبْرِيلُ مَعْمُوماً وأَجِدُنِي مَكْرُوباً جواباً السؤال جبريل عنه في مرض موته كيف تجدك.
(و المقالة الثالثة والعشرون عن حاتم الأصم) رضي الله عنه وهو أبو عبد. الرحمن خاتم بن علوان، ويقال: حاتم بن يوسف، وهو من أكابر مشايخ خراسان وكان تلميذ شقيق