Remaja di Era Digital: Antara Eksistensi dan Krisis Identitas

- Pewarta

Jumat, 18 Juli 2025 - 19:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sumenep, Salam News. Id – Kemajuan teknologi yang tak terbendung menjadikan media sosial bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan remaja masa kini.Remaja masa kini tumbuh di tengah era digital, di mana informasi mudah diakses dan komunikasi dilakukan hanya dengan jari.

Platform seperti Instagram, TikTok, Facebook, hingga YouTube menjadi ruang remaja untuk berekspresi, bersosialisasi, dan mencari jati diri mereka. Namun di balik semua itu, media sosial menyimpan bahaya serius bagi kesehatan mental generasi muda yang belum sepenuhnya matang.

Dunia Maya yang Menyilaukan

Ucapan KPU-HPN 2025

Awalnya, media sosial diciptakan sebagai alat komunikasi dan berbagi informasi, kini berubah menjadi panggung pencitraan diri yang ekstrem. Remaja berlomba menampilkan kehidupan sempurna, membagikan unggahan yang seringkali tidak mencerminkan realitas, tapi sekadar ilusi.

Mereka ingin terlihat bahagia, cantik, sukses—semua demi mendapat validasi dari komentar dan jumlah “likes” yang terus dikejar. Ketika harapan tidak terpenuhi, remaja mudah merasa minder, kecewa, bahkan cemas dan depresi karena kehilangan pengakuan sosial.

Statistik dan Realita Digital

Menurut Statistik Pendidikan 2024 dari BPS, lebih dari 90 persen remaja Indonesia menggunakan internet untuk hiburan semata, bukan pembelajaran. Sebanyak 67 persen remaja aktif di media sosial, namun hanya 27 persen yang memanfaatkannya untuk kegiatan pendidikan atau pengembangan diri.

Itu artinya, sebagian besar remaja kita lebih banyak hidup dalam dunia maya dibandingkan realitas kehidupan nyata yang ada di sekitar. Fenomena ini menyiratkan bahwa teknologi, jika tidak dikontrol, bisa menjauhkan remaja dari pengalaman sosial yang lebih bermakna secara nyata.

Kecanduan dan Dampak Psikologis

Penggunaan media sosial yang berlebihan memicu kecanduan. Remaja menjadi gelisah saat tidak membuka aplikasi dalam waktu tertentu. Fokus pada layar menyebabkan mereka sulit berkonsentrasi, mengabaikan tugas, dan kehilangan minat pada interaksi sosial di lingkungan sekitar.

Baca Juga :  Bupati Sumenep Achmad Fauzi Sampaikan Visi-Misi 2025-2030 di Rapat Paripurna DPRD

Fenomena “bersama tapi sendiri” muncul—meski berkumpul, remaja lebih sibuk dengan ponsel dibanding berbicara langsung dengan teman. Kecanduan ini membuka jalan bagi gangguan psikologis seperti cemas, depresi, dan gangguan tidur yang mengganggu kualitas hidup remaja.

Cyberbullying: Kekerasan di Balik Layar

Media sosial juga menjadi tempat terjadinya kekerasan digital, seperti perundungan siber atau cyberbullying, yang menyasar aspek personal korban. Cyberbullying bisa berupa ejekan fisik, status ekonomi, penampilan, hingga latar belakang keluarga—semuanya dilakukan secara berulang dan kejam.

UNICEF menyebut cyberbullying sebagai kekerasan psikologis yang membekas, membuat korban merasa tidak aman, takut, dan rendah diri. Jika tidak ditangani, korban dapat mengalami trauma mendalam, kehilangan kepercayaan diri, bahkan terdorong melakukan tindakan ekstrem seperti bunuh diri.

Bunuh Diri: Pelarian yang Tragis

Kasus bunuh diri remaja meningkat, dan media sosial memperparah krisis psikologis yang dialami dalam diam oleh banyak generasi muda. Tekanan akademis, konflik keluarga, perundungan, hingga pencarian jati diri menjadi faktor penyebab utama yang semakin kompleks di era digital.

Sayangnya, masalah kesehatan mental masih dianggap tabu dan kerap diremehkan oleh lingkungan sekitar, termasuk keluarga dan sekolah.Padahal, dampaknya nyata: prestasi menurun, hubungan memburuk, dan remaja kehilangan semangat hidup serta arah masa depan.

Strategi Bijak Menghadapi Teknologi

Kemajuan teknologi tidak bisa dihentikan, tapi bisa diarahkan. Remaja perlu didampingi agar bijak menggunakan media sosial secara sehat. Langkah pertama: batasi waktu menggunakan media sosial setiap hari agar tidak menjadi candu yang membunuh waktu dan energi produktif.

Kedua, ajak remaja menjalani aktivitas bermakna seperti membaca, berolahraga, atau berkegiatan sosial agar hidup mereka lebih seimbang. Ketiga, gunakan media sosial untuk edukasi: cari konten bermanfaat, inspiratif, dan menambah pengetahuan serta nilai positif dalam kehidupan.

Baca Juga :  Jalan Adirasa Kini Bebas Banjir, Warga Bumi Sumekar Ingin Fauzi Terpilih Lagi Jadi Bupati

Detoks Digital dan Literasi Digital

Jika media sosial terasa merusak hidup, lakukan detoks digital: hapus aplikasi sementara dan ambil waktu untuk kembali ke dunia nyata.Remaja juga harus dibekali literasi digital agar mampu memilah konten, tidak mudah termakan hoaks, dan tidak ikut tren negatif.

Belajar menyaring sebelum membagikan konten adalah langkah awal membangun budaya digital yang sehat, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Kemampuan ini penting agar remaja tidak hanyut dalam arus digital tanpa arah yang bisa mengancam kesehatan mental mereka.

Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat

Kunci menjaga kesehatan mental remaja terletak pada dukungan lingkungan—keluarga, sekolah, dan masyarakat harus hadir secara aktif. Keluarga harus menjadi tempat paling aman untuk remaja berbagi cerita, tanpa dihakimi atau disepelekan masalah yang mereka hadapi.

Sekolah perlu mengembangkan pendidikan karakter, konseling psikologis, serta kampanye literasi digital yang menyentuh semua lapisan siswa. Masyarakat juga bisa menyediakan ruang aman untuk remaja berkumpul, berkreasi, dan membangun relasi sosial secara langsung dan sehat.

Menjaga Generasi Digital Tetap Waras

Media sosial bagaikan pisau bermata dua—bisa jadi alat tumbuh dan belajar, tapi juga bisa menjadi racun bagi kesehatan mental. Kecanduan, kecemasan, depresi, hingga bunuh diri bukan sekadar ancaman, melainkan realita yang kini semakin banyak terjadi.

Karena itu, menjaga kesehatan mental remaja bukan hanya tugas individu, tapi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam hidupnya.Dengan dukungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, generasi muda bisa tumbuh tangguh, waras secara digital, dan sehat mental.(Red)

Penulis adalah Siswi SMAS Plus Miftahul Ulum

Berita Terkait

Sumenep Bergerak: Legalkan Rokok Lokal Demi Petani dan PAD
Tujuh Parpol di Sumenep Terima Dana Bantuan Rp2,1 Miliar, Tiga Lainnya Masih Proses
Dorong Ekonomi Rakyat, Bupati Sumenep Serahkan 25 Becak Listrik Bantuan Presiden Prabowo
RSUDMA Sumenep Tunjukkan Kelasnya: Inovasi Digital Dapat Apresiasi dari BPJS Kesehatan
Menuju Rumah Sakit Digital: RSUD Moh. Anwar Sumenep Torehkan Prestasi Nasional
Pemkab Sumenep Resmi Hapus Sanksi PBB-P2, Ini Syarat dan Cara Mendapatkannya
Ahad, 6 Juli 2025 — MWCNU Rubaru Gelar Sunatan Massal Sambut 10 Muharram 1447 H
BPRS Bhakti Sumekar Resmi Jadi Mitra Utama BUMDes: Dorong Ekonomi Desa Sumenep Lebih Transparan dan Inklusif

Berita Terkait

Jumat, 18 Juli 2025 - 19:23 WIB

Remaja di Era Digital: Antara Eksistensi dan Krisis Identitas

Kamis, 17 Juli 2025 - 20:29 WIB

Sumenep Bergerak: Legalkan Rokok Lokal Demi Petani dan PAD

Rabu, 16 Juli 2025 - 20:37 WIB

Tujuh Parpol di Sumenep Terima Dana Bantuan Rp2,1 Miliar, Tiga Lainnya Masih Proses

Senin, 14 Juli 2025 - 18:16 WIB

Dorong Ekonomi Rakyat, Bupati Sumenep Serahkan 25 Becak Listrik Bantuan Presiden Prabowo

Jumat, 11 Juli 2025 - 14:48 WIB

RSUDMA Sumenep Tunjukkan Kelasnya: Inovasi Digital Dapat Apresiasi dari BPJS Kesehatan

Rabu, 9 Juli 2025 - 19:58 WIB

Pemkab Sumenep Resmi Hapus Sanksi PBB-P2, Ini Syarat dan Cara Mendapatkannya

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:54 WIB

Ahad, 6 Juli 2025 — MWCNU Rubaru Gelar Sunatan Massal Sambut 10 Muharram 1447 H

Minggu, 6 Juli 2025 - 12:35 WIB

BPRS Bhakti Sumekar Resmi Jadi Mitra Utama BUMDes: Dorong Ekonomi Desa Sumenep Lebih Transparan dan Inklusif

Berita Terbaru

Berita

Sumenep Bergerak: Legalkan Rokok Lokal Demi Petani dan PAD

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:29 WIB