Sumenep, Salam News. Id – Kebijakan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu di Sumenep memicu gelombang kritik tajam. Kritik datang dari para guru honorer yang merasa tidak diakomodasi dalam pengusulan formasi yang diajukan Dinas Pendidikan Sumenep.
Dinas Pendidikan Sumenep diketahui hanya mengusulkan sebanyak 1.621 guru dari total 2.119 guru honorer yang ada. Artinya, sebanyak 498 guru honorer tidak dimasukkan dalam usulan formasi tanpa penjelasan atau kejelasan nasib mereka ke depan.
Salah seorang guru honorer, yang enggan disebutkan namanya, menyampaikan kekecewaan terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil itu. Menurutnya, pemerintah seharusnya mengusulkan seluruh guru honorer, bukan hanya sebagian, apalagi tanpa alasan yang jelas.

Ia menyebut kebijakan ini melukai hati para tenaga pendidik yang telah lama mengabdi dengan penuh dedikasi. “Harusnya semua diusulkan. Jangan setengah-setengah. Kami merasa seperti tidak dianggap,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Guru tersebut juga mempertanyakan nasib ratusan guru honorer lain yang bernasib serupa dengannya di Kabupaten Sumenep. “Bagaimana dengan ratusan lainnya yang tidak masuk usulan? Kami juga punya hak yang sama,” lanjutnya prihatin.
Ia mengatakan bersama rekan-rekannya telah merencanakan aksi demonstrasi di depan kantor Dinas Pendidikan Sumenep. Aksi ini direncanakan berlangsung pada hari Senin, 22 September 2025, sebagai bentuk protes atas kebijakan tersebut.
“Kami akan turun ke Disdik. Ini soal masa depan kami. Kami hanya menuntut keadilan dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Para guru honorer tersebut mengaku sangat terpukul, apalagi mengingat status Non-ASN akan segera berakhir tahun depan. Tanpa kejelasan status, mereka merasa masa depan sebagai tenaga pendidik menjadi semakin tidak menentu dan terancam.
“Kami digantung tanpa arah. Kami ingin kepedulian dari Disdik, bukan pembiaran,” ungkapnya penuh emosi dan harap.
Kepala Dinas Pendidikan Sumenep, Agus Dwi Saputra, akhirnya memberikan penjelasan terkait kebijakan pengusulan formasi PPPK tersebut.
Ia menegaskan bahwa pengusulan PPPK Paruh Waktu telah dihentikan dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan. “Kesulitannya memang di kebutuhan. Kalau satuan pendidikan sudah terisi, tidak bisa ditambah lagi,” jelas Agus pada Jumat.
Menurut Agus, jumlah formasi tidak bisa dipaksakan karena berkaitan langsung dengan struktur dan kebutuhan sekolah-sekolah. Pengajuan formasi guru PPPK harus mengikuti ketentuan jumlah siswa, rasio guru, dan efektivitas sistem pendidikan.
Namun, pernyataan tersebut tidak mampu meredam kekecewaan para guru honorer yang merasa diperlakukan tidak adil. Sebagian guru merasa keputusan ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap kontribusi mereka selama ini.
Para guru berharap ada kebijakan lanjutan yang lebih adil dan tidak menyisakan guru honorer yang telah lama mengabdi. Mereka mendesak Dinas Pendidikan dan Pemkab Sumenep membuka dialog dan solusi konkret, bukan hanya alasan teknis.
Jika tuntutan tidak dipenuhi, para guru berencana melanjutkan tekanan lewat jalur hukum atau ke pemerintah pusat.(*/Red)