Oleh : Ustad Juneid
Artikel, Salam News. Id – Pada sebagian orang bijak, terdapat pandangan yang dalam mengenai hakikat pengetahuan tentang Tuhan. Mereka berpendapat bahwa seseorang yang menganggap dirinya lebih berhak atas Allah daripada Allah itu sendiri, maka pengetahuannya tentang Tuhan akan semakin sedikit. Pemahaman ini merujuk pada kesombongan diri dan ketidaktahuan akan kebesaran Tuhan. Seiring dengan itu, mereka juga mengingatkan bahwa siapa yang menganggap dirinya memiliki musuh yang lebih besar daripada ketakwaannya, maka ia akan semakin jauh dari pemahaman tentang Tuhan.
Pandangan ini menekankan betapa pentingnya mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Dalam hidup ini, seringkali manusia terperangkap dalam egonya, menganggap dirinya lebih besar dan lebih berhak. Padahal, dalam ajaran agama, kita diajarkan untuk selalu tawadhu dan mengenal Allah sebagai sumber dari segala kehidupan. Pemahaman ini menjadi dasar agar seseorang tidak merasa lebih tinggi dari yang lain, dan selalu mengutamakan kesadaran akan kelemahan diri di hadapan Tuhan.

Dari ucapan Abu Bakar Al-Siddiq radhiyallahu ‘anhu yang merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur’an, terdapat hikmah yang mendalam. Dalam surah Ar-Rum ayat 41, Allah berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia.” Abu Bakar menjelaskan bahwa daratan merujuk pada lidah, sedangkan laut adalah hati. Ini berarti bahwa segala perbuatan buruk di dunia ini bermula dari lidah dan hati yang rusak. Jika seseorang berbicara dengan buruk, atau memiliki hati yang penuh dengan keburukan, maka kerusakan itu akan menjalar ke seluruh kehidupan.
Menurut pandangan ini, lidah merupakan alat yang sangat kuat. Ia bisa menjadi penyebab keburukan atau kebaikan, tergantung pada bagaimana seseorang menggunakannya. Jika lidah digunakan untuk menyampaikan perkataan yang baik, maka ia akan membawa berkah. Sebaliknya, jika digunakan untuk menyebarkan kebohongan atau kebencian, maka ia akan membawa kerusakan. Dalam hal ini, hati juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Hati yang bersih dan penuh dengan ketakwaan kepada Allah akan membawa seseorang pada kehidupan yang penuh kedamaian dan kebahagiaan.
Hikmah dari pandangan ini adalah bahwa setiap individu harus menjaga perkataan dan hatinya agar tidak menyebabkan kerusakan. Setiap tindakan yang keluar dari lidah dan hati manusia akan memiliki dampak yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu memperbaiki diri, menjaga lisan, dan memperkuat hati dengan iman kepada Allah.
Selain itu, ada juga pepatah yang mengatakan bahwa nafsu dapat menjadikan raja menjadi budak, sementara kesabaran menjadikan budak menjadi raja. Hal ini merujuk pada kenyataan bahwa nafsu atau keinginan duniawi bisa menguasai diri seseorang, membuatnya terjerat dalam godaan yang tidak berujung. Namun, jika seseorang mampu mengendalikan nafsunya dan bersabar, ia akan menjadi orang yang mulia. Kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha adalah contoh nyata dari ajaran ini. Yusuf, meski dalam keadaan yang penuh ujian, tetap sabar dan menjaga ketakwaannya kepada Allah.
Penting untuk diingat bahwa segala keinginan dan ambisi duniawi harus diletakkan pada tempat yang benar. Nafsu yang tidak terkendali bisa membuat seseorang jatuh dalam kehinaan, sementara kesabaran dan ketakwaan akan membawanya pada kemuliaan. Kisah Yusuf yang sabar meski diuji dengan berbagai cobaan menjadi teladan bagi umat manusia untuk selalu mengutamakan kesabaran dan ketakwaan dalam menghadapi ujian hidup.
Sebagaimana ditekankan dalam ajaran agama, setiap perbuatan harus dilandasi dengan niat yang baik dan tujuan yang benar. Jika seseorang mampu menjaga hatinya dan berbicara dengan baik, serta mengendalikan nafsunya, maka ia akan mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh kebahagiaan sejati. Sebaliknya, jika seseorang mengabaikan hal-hal ini, maka ia akan jauh dari jalan yang benar dan merasakan kerusakan dalam hidupnya.
Hikmah lain yang dapat diambil adalah pentingnya menjaga hubungan dengan Allah dan dengan sesama. Seseorang yang merasa lebih besar atau lebih berhak daripada Allah, atau menganggap dirinya lebih penting daripada ketakwaannya, akan kehilangan arah dalam hidupnya. Sebaliknya, mereka yang selalu bersikap rendah hati dan mengutamakan Allah dalam segala hal akan diberikan petunjuk dan hidayah. Ini adalah salah satu bentuk dari kebijaksanaan yang diajarkan oleh orang-orang bijak.
Dengan menjaga hati, lidah, dan nafsu, seseorang akan semakin dekat dengan Tuhan dan mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam tentang-Nya. Selain itu, dengan selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang baik, sabar, dan penuh ketakwaan, hidup akan terasa lebih bermakna dan penuh dengan berkah. Hal ini juga mengajarkan kita untuk selalu menjaga hubungan yang baik dengan Allah dan sesama, serta menjauhi segala bentuk perbuatan yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain.
Akhirnya, penting bagi setiap orang untuk terus berusaha memperbaiki diri, memperdalam pengetahuan tentang Tuhan, dan selalu mengingatkan diri untuk bersikap rendah hati dan penuh rasa syukur atas segala nikmat yang diberikan. Dengan demikian, kita akan semakin dekat kepada Allah dan dapat meraih kebahagiaan yang sejati di dunia dan di akhirat.
Refrensi Kajian,
Kitab Nashaihul Ibad
وعن بعض الحكماء من توهم أن له ولها أولى من الله قلت معرفة بالله، ومن توهم أن له عدوا أعدى من تقيه قلت معرفة بقه
وعن أبي بكر الصديق رضي الله عنه في قوله تعالى وغير النادي البر والبحر ) [الروم: ٤١] قال: البر هو اللسان، والبحر هو القلب، فإذا قد اللسان .. بكت عَلَيْهِ النفوس، وإذا قد القلب بحث عليه الملائكة
وَقِيلَ : إِنَّ الشهوة تصير الملوك عبيداً، والطير يصير العبيد الملوك الا ترَى إِلَى قِصَّةِ يُوسُفَ وَزُلْيْحًا .
(و) المقالة الرابعة عشرة عن بعض الحكماء) أي أطباء القلوب وهم الأولياء من توهم أن له ولياً أولى من الله قلت معرفته بالله) والمعنى من عن الله الله ناصراً أقرب من الله وأكثر نصرة منه فإنه لم يعرف الله تعالى أومن توهم أن له عدواً أعدى من نفسه قلت معرفته بنفسه أي ومن ظن أن له عدرا أقوى من نفسه الأمارة واللوامة فإنه لم يعرف نفسه.
(و) المقالة الخامسة عشرة ( عن أبي بكر الصديق رضي الله عنه في قوله تعالى: (ظهر الفساد في البر والبحر [الروم: الآية (2) قال : أي أبو بكر في تفسير ذلك البر هو اللسان، والبحر هو القلب فإذا قد اللسان بالست مثلاً بكت عليه النفوس) أي الأشخاص من بني آدم وإذا فسد القلب بالرياء مثلاً بكت عليه الملائكة) قيل : الحكمة في أن اللسان واحد تنبيه للعبد في أنه لا يسعي أن يتكلم إلا فيما يهمه وفي خير. وقيل: لأن اللسان الذاكر بكل اللغات كان ذكره اللمذكور الواحد وهو الله تعالى، وكذلك القلب بخلاف نحو العين والأذن فإنه يتعقد قبل لأن الحاجة إلى السمع والبصر أكثر من الحاجة إلى الكلام اهـ. وإنما عليه القلب بالبحر لشدة عمقه واتساعه اهـ.
(و) المقالة السادسة عشر (قيل: إن الشهوة تصير الملوك عبيداً، فإن من أحب شيئاً فهو عبده (والصبر يصير العبيد ملوكاً لأن العبد نصيره ريال ما يريد ألا ترى) أي ألا يصل علمك (إلى) قصة سيدنا الكريم ابن الكريم ابن الکریم این الكريم (يوسف) الصديق ابن يعقوب الصبور ابن إسحاق الحليم ابن إبراهيم الخليل الأواه عليهم السلام (وزليخا) فإنها أحبت سيدنا يوسف نهاية الحب وهو بصير على مكرها وأديته
(Red/Part 4)