Sumenep, Salam News. Id – Sejumlah aktivis mahasiswa yang mengatasnamakan Gerakan Perjuangan Demokrasi Rakyat (GPDR) melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Jumat 01 Oktober 2021.
Mereka menyoal kinerja Disperindag Sumenep terkait proyek pembangunan Pasar Tradisional di Kecamatan Batuan dan Kecamatan Kangayan yang sampai saat ini belum difungsikan.

Dalam tuntutannya, mahasiswa menyebutkan jika Pasar Tradisional di Kecamatan Kangayan telah diresmikan oleh Bupati Sumenep, Busyro Karim pada tahun 2020 lalu.
Namun faktanya, hingga saat ini pasar tersebut belum selesai dan tidak difungsikan. Data hasil kajian mahasiswa menyebut, ika pembangunan pasar itu menghabiskan anggaran Rp 14 miliar.
Kemudian, pembangunan Pasar Tradisional di Kecamatan Batuan. Rencana pembangunan pasar itu telah direncanakan sejak tahun 2018 silam, dengan anggaran mencapai Rp 9 miliar. Namun, hingga saat ini hanya tersisa tanah kosong yang bertancapkan papan nama ‘Tanah Ini Milik Disperindag’.
“Kami meminta Disperindag segera menyelesaikan pembangunan Pasar Tradisional di Kecamatan Batuan dan Kangayan,” kata Dimas Wahyu, Korlap aksi dalam orasinya.
Disamping itu, mereka juga meminta transparansi anggaran dan perencanaan kepada seluruh masyarakat tentang pembangunan kedua Pasar Tradisional tersebut.
“Usut tuntas dan berhentikan penanggungjawab yang menyebabkan lambatnya pembangunan Pasar Tradisional di Kecamatan Batuan dan Kangayan,” pintanya.
Dalam orasinya mahasiswa ini menuding Disperindag Sumenep gagal berpihak pada masyarakat kecil.
“Hari ini Disperindag gagal, anggarannya miliaran juta. Namun, bukti layanan pelaksanaan hingga saat ini tidak jelas,” katanya.
Berorasi hingga satu jam massa aksi akhirnya ditemui Kepala Disperindag Sumenep, Agus Dwi Saputra, dan mengajak diskusi di dalam Kantor setempat.
Dalam diskusi itu, Agus menjelaskan, jika pembangunan Pasar Tradisional di Kecamatan Batuan gagal dibangun. Hanya selesai pembangunan pagar yang mengahabiskan anggaran Rp 400 juta.
“Itu keseluruhan anggaran Rp 4 miliar dari DAK tahun 2019, uangnya hanya terserap Rp 600 juta untuk pembangunan pagar. Kalau pembangunan pasarnya gagal,” ujar Agus.
“Kita nunggu juga, kalau dapat anggaran lagi dari pusat. Jadi kalau DAK itu pasar harus bersertifikat. Kalau tidak ada sertifikatnya Kementerian tidak mau,” sambungnya.
Sementara untuk Pasar Tradisional Kecamatan Kangayan, dia mengatakan, sudah selesai dan jadi. Hanya saja, hingga saat ini belum ada pedagang yang mau menempati pasar tersebut.
“Jual beli itu tergantung disana, terkait pedagang yang mau jualan,” ucapnya.(Jhon/Wrd)