Mesir, Salam News. Id – Hai sobat Salam News yang dirohmati Allah, insya Allah edisi kali ini kami akan mengulas sedikit biografi Imam Syafi’ie, pendiri madzhab Syafi’e yang notabene Madzhab Mayoritas yang dianut masyarakat Indonesia.
Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris as-Syafi’ie al-Muttholiby al-Qurosyi. Lahir di Gaza Palesrtine tahun 150 Hijriyah dan wafat di Mesir tahun 204 Hijriyah. Beliau merupakan Imam ketiga Ahlussunnah, muassis madzhab Syafi’ie, muassis ilmu ushul fiqh, beliau juga ahli tafsir dan hadis. Beliau bekerja sebagai Qadhi dan terkenal sebagai qadhi yang adil dan cerdas.

Nasab dan Perjalanan Ilmiyah Imam Syafi’ie
Nasab dari jalur ayahnya adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Usman bin Syafi’, sanadnya bersambung ke datuk Nabi yang bernama Abdi Manaf. Adapun dari jalur Ibunya adalah Muhammad bin Fatimah binti Abdillah bin al Hasan bin al Hasan bin Ali bin Abi Tholib.
Beliau lahir di Ghaza Palestine pada tahun 150 Hijriyyah, pada dimana imam Abu Hanifah wafat. Diriwayatkan “Imam Syafi’ie lahir pada hari dimana Imam Abu Hanifah wafat”.
Pada saat usia beliau masih kecil, ayah beliau wafat. Maka oleh ibunya dibawa pindah ke Makkah karena khawatir nasab beliau hilang, saat itu usianya 2 tahun. Hiduplah Imam Syafi’i di Makkah sebagai yatim dan faqir, namun nasabnya sangat agung bahkan paling mulia bagi umat islam. Dalam usianya yang baru 7 tahun sudah hafal al-Qur’an, dan ini menunjukkan kecerdasan serta kekuatan hafalan beliau. Setelah hafal al-Qur’an sebagaimana tradisi arab beliau beranjak untuk menghafal hadis, maka kemudian imam Syafi’i kecil hafal kitab al-Muwattho’ karya Imam Malik di usianya yang masih 10 tahun. Imam Syafi’ie berkata : “Aku hafal al-Qur’an dalam usiaku 7 tahun, dan hafal al-Muwattho’ dan aku berusia 10 tahun”. Imam Syafi’i mendengarkan bacaan hadis para Muhaddis, sehingga beliau menghafalnya dengan proses mendengar yang kemudian beliau tulis.
Rihlah Ilmiyahnya Ke Kampung
Setelah hafal al Qur’an dan Hadis, Imam Syafi’i memulai untuk memperkuat kefashihannya dalam bidang bahasa Arab, maka beliau pergi ke Kampung Bani Hudzail dan mulazamah disana dengan Qabilah Bani Hudzail. Imam Syafi’i berkata : “Aku keluar dari Makkah dan mulazamah dengan Qabilah Bani Hudzail di Kampung, aku belajaf kalamnya, aku mengambil setiap kafakter bani Hudzail, mereka adalah paling fashihnya orang Arab”. Imam Syafi’i hafal sya’ir-syair dan Akhbarnya, bahkan al-Ashmu’i seorang Ahli yang mempunyai kedudukan luar biasa dalam pakar Bahasa Arab berkata : Aku mentashih syair syair Bani Hudzail dari seorang pemuda Quroisy yang bernama Muhammad bin Idris”.
Setelah kembali ke Makkah beliau diijinkan untuk berfatwa oleh Mufti Makkah saat itu yaitu Muslim bin Kholid az-Zanji, beliau berkata kepada Imam Syafi’i : “Berfatwalah wahai Abu Abdillah, demi Allah sudah sampai masanya bagimu untuk berfatwa”. Saat itu usia imam Syafi’i 15 tahun, ada yang mengatakan 18 tahun, ada juga yang mengatakan usia beliau beliau 20 tahun saat itu.
Rihlah Ilmiyah ke Madinah an-Nabawiyyah
Ketika tersebar nama agung Imam Malik bin Anas keseluruh penjuru dunia yang dibawa oleh para pengelana, maka Imam Syafi’i mempunyai keinginan besar untuk hijroh ke Madinah untuk belajar secara langsung kepada Imam Malik. Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i berkata : “Aku datang kepada Imam Malik dan aku sudah hafal al-Muwattho’, maka aku berkata : ‘Aku ingin mendengar al-Muwattho’ darimu’. Imam Malik berkata : ‘carilah yang bisa membacakan kepadamu’. Aku mengulangi kembali dan berkata kepada Imam Malik : ‘tidak wahai Imam, engkau dengarkan bacaanku, jika engkau ada waktu luang bacakanlah untukku’. Sang Imam berkata lagi : ‘carilah yang bisa membacakan kepadamu’. Aku mengulangi lagi kemudian beliau berkata : ‘bacalah’. Setelah mendengar bacaanku imam malik berkata : ”bacalah’.” Maka kemudian aku membaca sampai selesai.
Setelah Imam Syafi’i meriwayatka al-Muwattho’ dari Imam Malik secara langsung, beliau mulzamah dengannya dan belajar masalah-masalah yang difatwakan oleh Imam Malik sampai beliau wafat pada tahun 179 Hijriyah. Tampak dari mulzamahnya Imam Syafi’i kepada Imam Malik setelahnya melakukan perjalanan di Negeri-negeri Islam untuk mengambil faidah dan belajar keadaan-keadaan manusia dan akhbarnya. Beliau ke Makkah meminta nasehag kepada sang ibu.
Perjalanan ke Baghdad
Dalam rihlah ilmiyahnya di Baghdad, beliau belajar kepada Muhammad bin al-Hasan as-Syaibani murid imam Abu Hanifah. Imam Syafi’i mulzamah kepada beliau. Imam Syafi’i berkata : “Aku membeli kitab Muhammad bin al-Hasan as-Syaibani 60 dinar. Kemudian aku merenungkannya, maka aku letakkan pada setiap masalah sebuah hadis (sebagai rod terhadap pendapatnya).” Kemudian setelah beliau kembali ke Makkah dan memberikan muhadaroh di Masjidil Harom kurang lebih selama 9 tahun. Baru sekitar tahun 195 Hijriyah beliau kembali lagi ke Baghdad dan menulis kitab ar Risalah, sebuah kitab Ushul Fiqh yang ditulis dua kali yaitu saat beliau di Baghdad dan di Mesir.(Kontributor Salam News. Id – Abd.Wahid, Mesir)
Berlanjut ke Halaman… Madzhab Imam Syafi’i
Referensinya :
1. Al Imta’ bi Syarhi Matn Abi Syuja’ : Syaikh Hisyam Kamil
2. Al Kafi fi Syarhi Diwan Imam Syafi’i : Syaikh Aiman Amin Abdul Ghani