Sumenep, Salam News. Id – Di bawah langit biru Sumenep yang cerah, Museum Keraton Sumenep berubah menjadi panggung warisan budaya Madura nan megah. Suara derap kaki kuda dan tiupan musik Saronen membelah pagi, membawa ingatan akan leluhur dan jati diri Madura.
Festival Jaran Serek 2025 bukan sekadar pertunjukan rutin tahunan, melainkan letupan kebudayaan yang menyala dari ujung timur Pulau Garam. Ribuan pengunjung memadati area museum, dari balita hingga lansia, warga lokal hingga pelancong asing larut dalam kemeriahan acara.
Mereka tak hanya menonton, tapi ikut merasa: menari, menangis, tertawa, dalam harmoni budaya yang membumi dari generasi ke generasi. Kuda-kuda dihias megah, para joki berpakaian cerah menari mengikuti irama tradisional yang menggema ke seluruh penjuru kota.

Setiap langkah kuda menyampaikan pesan tak tertulis: warisan ini masih hidup, budaya Madura belum mati, tetap tumbuh kuat. “Festival ini adalah roh Madura dalam wujud paling indah,” ujar Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, dengan nada penuh bangga.
Tak hanya menampilkan parade visual, festival tahun ini juga merambah ranah kuliner, artefak, dan dialog filosofis budaya. Stan-stan makanan tradisional menyajikan cita rasa otentik Madura, sementara pameran artefak membawa sejarah menjadi nyata.
Diskusi budaya mengangkat makna Jaran Serek sebagai simbol kekuatan, keindahan, serta kehormatan leluhur yang tetap relevan kini. Anak muda yang sebelumnya terasing dari budaya tampak mulai menyatu, mendengarkan kisah nenek moyang lewat tarian kuda menari.
Bukan sekadar tontonan, festival ini jadi ruang perjumpaan lintas generasi, menjembatani masa lalu dengan masa depan. “Budaya adalah napas masa depan. Bila dicabut, manusia kehilangan arah,” tambah Bupati Fauzi, menggugah semangat generasi muda.
Ia tegaskan, pembangunan Sumenep bukan hanya dari industri dan ekonomi, tapi dari akar budaya yang menguatkan jati diri. Sejak awal kepemimpinannya, budaya dijadikan sebagai dasar pembangunan, menjadikan Sumenep sebagai pusat kebudayaan Madura.
“Jaran Serek bukan sekadar event daerah, tapi panggilan hati bagi anak Madura yang terombang-ambing di arus modernitas.”
Bupati menegaskan, warisan budaya bukan untuk dikenang saja, tapi dirayakan sebagai bentuk harapan dan arah pembangunan daerah. Di tengah musik Saronen dan tepuk tangan ribuan orang, tampak Madura tidak sedang menoleh ke masa lalu.
Madura hari itu justru sedang menunjukkan masa depannya: penuh semangat, berakar kuat, dan melangkah dengan kepala tegak. Festival Jaran Serek 2025 pun usai, namun pesan dan semangatnya masih membekas dalam jiwa setiap orang yang hadir menyaksikannya. (F/*)