Transformasi zaman: Mampukah tradisi Lokal dan Agama untuk bertahan dan berkontribusi?

- Pewarta

Minggu, 18 September 2022 - 05:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Oleh: Dzulkarnain Jamil (Mahasiswa Magister Ilmu sosial Universitas Brawijaya, Anggota World Youth Association)


Sumenep, Salam News. Id – Para
pemikir besar berdialektika dalam rangka menciptakan kesejahteraan ditengah
transformasi zaman. Cepatnya perubahan yang terjadi sekilas mengagumkan namun
dibalik itu juga membuat banyak perdebatan. Hal itulah yang menyebabkan Dunia
memberikan respon yang berbeda. Ada yang memanfaatkan untuk memudahkan
menjalani kehidupan, juga yang menjadikannya sebagai alat baru untuk melakukan
eksploitasi besar-besaran dan saling menguasai satu sama lain.

Ucapan KPU-HPN 2025

Seperti
halnya Perubahan pada pola komunikasi dari yang semula analog menjadi dunia
digital. Mulai dari surat menyurat yang menyampaikan pesan membutuhkan waktu
relatif lama menjadi chating yang membutuhkan waktu bahkan tidak sampai satu
menit. Fenomena media sosial akhirnya juga menjadi tak terkendalikan. Derasnya
arus informasi sudah tidak mampu dibendung, akhirnya menyebabkan kebenarannya
tak lagi dapat dipercaya. Manusia semakin memiliki ekspetasi tinggi bagi
dirinya dan kehidupan yang dijalankan.

Maka
dalam hal ini masyarakat diseluruh dunia mau ataupun tidak akan bersanding
langsung dan memiliki kewajiban untuk berdampingan dengan segala kondisi serta
situasi yang ada. Ketidak mampuan dan ketidak siapan itulah yang menyebabkan
terjadinya kompleksitas masalah dan kendala besar lalu mengakibatkan sukarnya
adaptasi dilakukan. Baik dalam ranah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan
bahkan agama.

Awal
mula munculnya perkembangan ini dilatar belakangi oleh keberhasilan sains
mencapai titik puncaknya. Agama yang semula menjadi pedoman dan rujukan di
eropa sebelum abad ke-14. Akhirnya beralih pada sains dalam mencari kebenaran.
Maka dikenal renaissance sebagai babak baru yang mencerahkan.

Dilanjutkan
dengan Revolusi Industri 1.0 merupakan revolusi di bidang industri yang pertama
kali terjadi pada abad ke-18 antara tahun 1750 dan 1850 di Inggris. Revolusi
ini ditandai dengan penemuan mesin uap, yang digunakan dalam proses produksi
benda.
Lalu kemunculan revolusi industri 2.0 terjadi di awal abad ke-20 yang
dikenal dengan revolusi teknologi. Revolusi industri yang terjadi ini ditandai
dengan adanya penemuan tenaga listrik yang membuat mesin uap yang tadinya
sering digunakan dalam proses produksi semakin lama digantikan dengan adanya
tenaga listrik tersebut.
Selanjutnya revolusi
industri 3.0 yang terjadi pada akhir abad ke-20 ditandai dengan adanya
teknologi digital serta internet. Berdasarkan sosiolog Inggris yaitu David
Harvey yang mengemukakan cara pandangnya mengenai revolusi industri yang
terjadi di masa ini sebagai sebuah proses pemampatan ruang dan waktu yang
semakin terkompresi
. Dilanjutkan dengan revolusi industri 4.0 yang terjadi pada awal abad
ke-21 merupakan sebuah revolusi dimana manusia telah menemukan pola baru dengan
adanya kemajuan teknologi yang terjadi begitu cepat sehingga mengancam berbagai
perusahaan yang lebih konvensional. terakhir perkembangannya hari ini sudah
mencapai Society 5.0 di Jepang.

Baca Juga :  Kemarin Anies Kampanye di Setiap Tempat Ramainya Tak Ketulungan: Sebuah Refleksi Politik

 

Agama yang semula menjadi panglima otoritas pengetahuan
oleh Masyarakat modern diubah dan dianggap bukan lagi menjadi kebutuhan hidup
didunia, melainkan hanya pelengkap yang keberadaannya dinomor duakan. Hal ini
dibenarkan keberadaannya oleh
August Comte yang melihat perubahan
sebagai suatu proses evolusi yang bersumber pada proses
perubahan
secara bertahap dari daya pemikiran masyarakat itu sendiri, atau di sebut juga
dengan evolusi intelektual.
Menurut Comte, dalam kehidupan suatu masyarakat, banyak
unsur-unsur kehidupan yang mengalami perubahan secara evolusi. Secara lebih
jelas August Comte mengemukakan adanya tiga tahapan  perkembangan intelektual manusia, yang juga
berkaitan dengan tahap kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara umum.
Tahap pertama adalah tahap theologis
primitif. Tahap kedua, metafisik transisional, dan Tahap
 ketiga tahap positif rasional.

Dalam
tahap teologis, menurut Comte, pemikiran manusia langsung
 dikaitkan dengan hal-hal yang supernatural, atau yang alamiah.
Semua gejala
yang terjadi dianggap sebagai hasil dari tindakan langsung dari
hal-hal yang
 supernatural
itu
. Dalam tahap metafisik, yang merupakan perkembangan selangkah dari  tahap teologis, akal budi manusia tidak lagi mengaitkan langsung
setiap gejala dengan hal-hal supernatural, melainkan pada hal-hal yang
benar-benar nyata melekat pada semua benda. Dalam tahap ini hal-hal yang
abstrak dipersonifikasikan melalui benda-benda nyata, yang mampu menghasilkan
gejala-gejala yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat
. Tahap
positif itu sendiri ditandai oleh kepercayaan akan data
 empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir. Tahap positif adalah tahap yang
paling sempurna dibanding dua tahap sebelumnya yang dikemukakan oleh Comte.
sesuatu kejadian atau perubahan  yang
terjadi, selalu dikaitkan dengan faktor lain. Inilah puncak keberhasilan
pemikiran manusia menurut pemikir barat.

Maka dampaknya adalah tradisi lokal yang terdapat
disejumlah daerah.
Hari ini
keberadaannya hanya dicerca, dan dimaki
oleh para manusia yang mengaku modern. Sebab katanya tidak lagi diperlukan di zaman modern ini. Seperti
contohnya kerapan sapi yang menjadi tradisi orang madura. Orang modern
memandang hal tersebut sebagai eksploitasi binatang, dan melakukan penyiksaan
serta tidak memiliki manfaat. Padahal lebih dari itu Tradisi Karapan Sapi
merupakan lomba pacuan sapi yang digelar setiap tahun. Tradisi ini memiliki
makna penting bagi masyarakat Madura. Tradisi Karapan Sapi ini diadakan sebagai
bentuk perwujudan rasa syukur warga atas suburnya tanah yang dulunya tandus.
Masyarakat yang seperti ini hari ini
digolongkan dengan masyarakat primitif oleh orang yang mengaku modern.

Baca Juga :  Ketakwaan sebagai Kunci Kebahagiaan: Pelajaran dari Para Ulama Besar Oleh. Ustad Juneid

Nampaknya
masyarakat modern merasa maju padahal sebaliknya yaitu kering kerontang dan
tidak memiliki makna. Mereka hanya melihat yang tampak diluar tanpa
memperdulikan esensi dari suatu kebiasaan. Materialisme yang berkembang di
masyarakat modern menjadikannya kabur dan sukar untuk memahami keindahan.
Segala tolak ukur yang digunakannya hanya pada kebendaan dan penghasilan
semata.

Akhirnya yang terjadi pertikaian yang memperebutkan kebenaran
masing-masing. Kalang kabut kondisi ini membuat perubahan tidak stabil. Segala
kepentingan hanya diarahkan pada ekonomi dan politik yang tidak dilandasi
dengan persatuan dan keadilan. Kebudayaan yang luhur telah berlansung selama
berabad-abad lamanya dikesampingkan. Merasa cerdas atas fasilitas yang tersedia
tanpa pernah mempertimbangkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi karena
kecerobohannya sendiri.
Misalnya peneliti mengemukakan Indonesia disebut
sebagai salah satu negara Mega Biodiversity yang dikaruniai dengan
keanekaragaman hayati. Mempunyai 47 jenis ekosistem dimana 17 persen spesises
flora fauna dari seluruh dunia Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki lebih dari
10 persen jasad renik dari seluruh dunia serta 940 jenis tanaman obat
tradisional.

Meskipun Indonesia merupakan negara
dengan kawasan hutan terluas ke 8 di dunia dengan kawasan hutan seluas 120,6
juta hektare, atau sekitar 63 persen dari luas semua daratan Indonesia,
deforestasi hutan Indonesia menduduki peringkat tertinggi ketiga di dunia pada
tahun 2018. Sejak tahun 2015 sekitar 30 persen hutan konservasi rusak akibat
perambahan hutan oleh
pengembang dalam rangka meraih
keuntungan dalam bidang perekonomian
.

peneliti menyebutkan bahwa luasan padang lamun di kawasan
perlindungan laut Indonesia masih terancam, rata rata dari 58 persen menjadi 48
persen pada tahun 2016, dan 61 persen menjadi 55 persen pada tahun 2017. Hal
ini dikarenakan faktor dari aktivitas
pengembang yaitu reklamasi pantai, polusi
minyak, penambangan pasir dan karang, kualitas air yang buruk serta pencemaran
sampah.

 

Oleh sebab itu design
kebudayaan telah memberikan alternatif yang cemerlang dan briliant untuk
menciptakan masyarakat madani. Penguatan religiusitas, spritual, akhlak dan
moral untuk mendidik manusia menjadi sempurna tidak boleh dihilangkan dari
masyarakat dalam kehidupan
menjaga kesinambungan hubungan Manusia dengan tuhan,
Manusia dengan Alam, Manusia dengan manusia lain harus terus menerus dijaga
. Hal tersebut tentu dengan menggunakan teknologi, dan ilmu
pengetahuan sebagai alat bukannya memperalat kita. Masyarakat yang bersaudara
telah lama menjadi tradisi di pedesaan.
Individualis dan
hidup masing-masing
adalah hal yang paling dimuliakan oleh masyarakat yang mengaku modern ini
justru menimbulkan banyak kerusakan.

Berita Terkait

Jalan Menuju Kemuliaan: Kedermawanan, Ilmu, dan Cinta Akhirat
Tiga Pilar Iman: Cinta, Takut, dan Malu kepada Allah SWT
Jangan Merasa Paling Benar, Akhir Hidup Kita Masih Rahasia
Menghidupkan Sunnah: Prinsip Hidup Sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu dalam Mencapai Ridha Allah
Rapat Efisiensi Anggaran DPRD Sumenep: Menyelaraskan Kepentingan Daerah Demi Kesejahteraan Masyarakat
Mencapai Kebahagiaan Hakiki: Ketenangan Hati, Kepuasan, dan Dekat dengan Sang Pencipta
Ilmu yang Bermakna: Tiga Kunci untuk Menggunakan Pengetahuan dengan Bijak dalam Hidup Beriman
Pesan Malaikat Jibril, Hidayah bagi Umat dan Tiga Golongan yang Dinaungi Allah

Berita Terkait

Sabtu, 24 Mei 2025 - 10:33 WIB

Jalan Menuju Kemuliaan: Kedermawanan, Ilmu, dan Cinta Akhirat

Kamis, 15 Mei 2025 - 22:26 WIB

Tiga Pilar Iman: Cinta, Takut, dan Malu kepada Allah SWT

Sabtu, 19 April 2025 - 20:14 WIB

Jangan Merasa Paling Benar, Akhir Hidup Kita Masih Rahasia

Jumat, 28 Maret 2025 - 13:02 WIB

Menghidupkan Sunnah: Prinsip Hidup Sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu dalam Mencapai Ridha Allah

Senin, 17 Maret 2025 - 15:58 WIB

Rapat Efisiensi Anggaran DPRD Sumenep: Menyelaraskan Kepentingan Daerah Demi Kesejahteraan Masyarakat

Senin, 17 Maret 2025 - 12:08 WIB

Mencapai Kebahagiaan Hakiki: Ketenangan Hati, Kepuasan, dan Dekat dengan Sang Pencipta

Minggu, 16 Maret 2025 - 00:58 WIB

Ilmu yang Bermakna: Tiga Kunci untuk Menggunakan Pengetahuan dengan Bijak dalam Hidup Beriman

Rabu, 12 Maret 2025 - 15:31 WIB

Pesan Malaikat Jibril, Hidayah bagi Umat dan Tiga Golongan yang Dinaungi Allah

Berita Terbaru

Berita

Bappeda Sumenep Ajak Mahasiswa Kawal Pembangunan Daerah

Minggu, 29 Jun 2025 - 17:19 WIB