Sumenep, Salam News. Id – Sebagai rumah sakit milik masyarakat, RSUD dr Moh Anwar Sumenep terus menunjukkan komitmennya dalam mendengar aspirasi publik. Masyarakat, mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, dan jurnalis semua diberi ruang untuk berdialog dan menyampaikan kritik atau saran.
Keterbukaan ini menjadi bagian penting dari pelayanan publik yang ingin dibangun rumah sakit secara berkelanjutan dan profesional. Direktur RSUD dr Moh Anwar, dr Erliyati, menyampaikan hal itu melalui Kasi Informasi RSUD, Erfin Sukayati, Rabu (25/06/2025).
Menurut Erfin, siapa pun dapat mengajukan permohonan audiensi selama mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit. “Kami sangat terbuka. Siapapun bisa audiensi, baik dari LSM, mahasiswa, komunitas, atau media,” ujar Erfin menjelaskan.

Namun ia menekankan, prosedur berupa pengiriman surat resmi sangat penting demi efektivitas dan kelancaran forum diskusi tersebut. Jika tidak ada surat resmi, maka permintaan pertemuan tidak dapat langsung diterima, karena sudah menjadi standar prosedur.
Surat resmi itu harus mencantumkan maksud dan tujuan audiensi, serta siapa saja pihak yang akan menghadirinya. Dengan adanya informasi tersebut, rumah sakit bisa mempersiapkan pejabat internal dan materi diskusi secara lebih matang.
“Surat resmi justru mempermudah agar diskusi bisa terarah, bukan untuk mempersulit atau menolak aspirasi,” jelas Erfin. Ia menambahkan, rumah sakit selalu mencoba hadir secara responsif dalam forum-forum resmi maupun komunikasi yang nonformal.
Menurutnya, keterbukaan rumah sakit bukan hanya jargon, tetapi sudah diwujudkan melalui forum dialog dengan banyak pihak. Pihak rumah sakit ingin setiap aspirasi dari masyarakat bisa diserap secara adil, terbuka, dan tanpa diskriminasi apa pun.
Arahan dari Direktur RSUD pun selalu menekankan bahwa rumah sakit ini harus bersikap terbuka dan menyambut kritik. Erfin menyampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, berbagai audiensi telah dilakukan dengan beragam pihak luar.
Baik itu aktivis kesehatan, tokoh masyarakat, hingga kalangan jurnalis, semuanya pernah berdialog langsung dengan manajemen. Selama prosedur diikuti dengan baik, maka pihak rumah sakit akan memberikan sambutan dan pelayanan yang profesional.
“Rumah sakit ini milik masyarakat, jadi kami harus terbuka terhadap suara dan kritik masyarakat,” tegas Erfin lagi.
Sementara itu, seorang jurnalis bernama Rudi Hartono mengakui pernah beberapa kali audiensi dengan RSUD dr Moh Anwar. Rudi menyampaikan bahwa setiap kunjungan atau dialog dengan rumah sakit selalu berjalan lancar dan sangat profesional.
Menurutnya, permintaan surat resmi bukanlah bentuk birokrasi yang membatasi, tetapi sistem komunikasi yang saling menghargai. “Bagi saya, itu bukan birokrasi yang menyulitkan. Itu cara saling menghormati antara masyarakat dan rumah sakit,” ujarnya.
Ia juga menilai bahwa rumah sakit ini sangat layak diapresiasi atas keterbukaan dan tanggapannya terhadap kebutuhan informasi. Menurut Rudi, jika masyarakat datang dengan cara baik, maka pihak rumah sakit juga akan merespons secara baik pula.
Keterbukaan dan profesionalisme inilah yang menurutnya perlu dipertahankan sebagai bagian dari pelayanan publik berkualitas. Dengan mekanisme yang jelas dan prosedur sederhana, semua pihak bisa mendapatkan akses komunikasi yang transparan.
Langkah RSUD dr Moh Anwar ini diharapkan mampu menjadi contoh bagi institusi pelayanan publik lainnya di daerah. Semangat untuk terus mendengarkan aspirasi masyarakat menjadi bagian penting dari pembangunan pelayanan kesehatan yang inklusif.
Dengan menjadikan rumah sakit sebagai ruang dialog, semua pihak bisa bersama-sama membangun pelayanan yang lebih baik. Kolaborasi antara rumah sakit dan masyarakat akan menciptakan iklim komunikasi yang sehat, jujur, dan konstruktif ke depannya.(*)