Sumenep, Salam News. Id – Di tengah gegap gempita merah putih di sudut-sudut Kota Sumenep, terselip kisah perjuangan penuh ketulusan dan semangat. Tania Bintang Indriani, perempuan asal Garut, Jawa Barat, rela menempuh ratusan kilometer untuk menjajakan bendera kebanggaan bangsa Indonesia.
Selama 16 tahun terakhir, Tania setia datang ke Madura setiap bulan Agustus, menjadikan momentum ini sebagai ladang rezeki. Menurutnya, usaha menjual bendera bukan sekadar mencari nafkah, melainkan juga bagian dari warisan keluarga yang penuh nilai.
Tania menyaksikan langsung ayahnya memulai usaha ini sejak lama, dan kini ia meneruskan perjuangan sang ayah tercinta. “Saya hanya melanjutkan jejak ayah. Dulu beliau datang ke sini, sekarang giliran saya meneruskannya,” katanya penuh senyum.

Sejak 2009, setiap pertengahan Juli, ia meninggalkan Garut dengan semangat, berharap bisa kembali membawa hasil untuk keluarga. “Saya rela merantau sejauh ini demi keluarga saya. Itu motivasi saya sejak awal,” ujar Tania saat ditemui Jumat (15/8).
Namun, jalan hidup sebagai perantau tidak selalu mudah. Banyak hari sepi tanpa pembeli, membuatnya harus tetap bertahan. Tania mengaku pernah tiga hari berturut-turut tak mendapat penghasilan sepeser pun, sebuah ujian berat bagi mentalnya.
“Kadang pernah cuma dapat Rp10 ribu atau Rp15 ribu. Ya sedih banget, tapi saya harus tetap semangat,” jelasnya. Ujian paling berat dialami saat pandemi Covid-19 melanda. Pendapatannya anjlok drastis dari biasanya Rp3 juta per hari.
“Pandemi bikin semua berubah. Yang biasa ramai jadi sepi, penghasilan saya turun di bawah Rp1,5 juta,” katanya pasrah. Selain pandemi, kini tantangan datang dari banyaknya pesaing yang menjual bendera di sekitar lokasi ia berjualan.
“Sudah banyak penjual bendera sekarang. Mungkin orang juga belum ganti bendera karena masih pakai yang lama,” jelasnya.
Meski begitu, ia tak menyerah. Menurutnya, menjadi perantau artinya harus kuat menghadapi apapun tantangan di depan. “Saya harus kuat mental. Mau nggak mau harus tahan dan tetap berjuang demi keluarga,” kata Tania menegaskan tekadnya.
Setiap hari, Tania membuka lapak dari pagi hingga malam. Ia menunggu pembeli dengan sabar, berharap dagangannya laris. Pelanggan Tania berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum hingga instansi pemerintahan di Sumenep.
“Kalau instansi biasanya beli dalam jumlah besar. Tapi masyarakat beli sesuai kebutuhan saja,” jelasnya ramah melayani. Ia juga berharap masyarakat lebih sadar pentingnya mengganti bendera yang sudah lusuh dengan yang baru setiap tahun.
“Menurut saya, itu bentuk nasionalisme kita. Mengganti bendera baru berarti menghargai simbol perjuangan,” ujarnya yakin. Selama di Sumenep, Tania tinggal di kamar kos sederhana. Ia hidup hemat agar bisa membawa pulang hasil ke kampung halaman.
Ketika bulan Agustus berakhir, Tania kembali ke Garut, menutup lembaran tahunan penuh pengorbanan dan kerja keras luar biasa. Bagi Tania, bendera merah putih bukan hanya simbol negara, tapi juga simbol perjuangan hidup demi keluarga tercinta.(*/Red)