Oleh : Ustad Juneid
Artikel, Salam News. Id – Abu Bakar al-Shibli radhiyallahu ‘anhu, salah satu ulama besar dalam sejarah Islam, pernah mengungkapkan sebuah doa yang mendalam dan penuh hikmah.
Dalam doanya, beliau berkata, “Ya Tuhan, dengan senang hati aku ingin memberikan kepada-Mu segala amal baikku meskipun aku miskin dan lemah.” Ungkapan ini mencerminkan kedalaman rasa tawadhu’ dan keikhlasan beliau.

Beliau menyadari bahwa segala yang dimilikinya bukanlah miliknya sepenuhnya, dan hanya kepada Allah ia berharap agar segala amal baik yang dilakukan dapat diterima.
Menurut Al-Dailami, Abu Bakar al-Shibli menyatakan bahwa meninggalkan dunia ini lebih utama daripada kesabaran dan lebih berat dari memotong pedang di jalan Allah.
Beliau meyakini bahwa meninggalkan dunia bukan sekadar soal melepaskan kenikmatan fisik, tetapi juga berhubungan dengan sikap hati yang bebas dari kecintaan terhadap dunia.
Ketika seseorang melepaskan segala keterikatan dengan dunia, maka Allah akan memberikan apa yang Dia berikan kepada para syuhada, yakni keberkahan dan kemuliaan.
Dunia ini sendiri seringkali membuat manusia terlena dengan pujian dan kebahagiaan semu, yang pada akhirnya justru dapat menjerumuskan mereka dalam kecintaan terhadap kehidupan duniawi.
Sebagai seorang ulama yang bijak, Abu Bakar al-Shibli juga mengingatkan bahwa cinta terhadap pujian manusia adalah bentuk kecintaan terhadap dunia yang harus dijauhi.
Beliau menegaskan bahwa siapa saja yang mencintai dunia dan pujiannya, maka ia tidak akan dapat meraih kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang hakiki terletak pada hubungan dengan Allah, bukan pada pengakuan atau pujian dari sesama manusia.
Maka, seorang hamba yang benar-benar menginginkan kebahagiaan abadi adalah mereka yang mampu meninggalkan segala kenikmatan duniawi demi mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Bakar al-Shibli mengajarkan bahwa siapa yang niatnya untuk akhirat, maka Allah akan mengumpulkan urusannya dan menjadikan dunia berada dalam hatinya.
Allah akan menempatkan kekayaan bukan pada harta benda, tetapi pada hati yang penuh dengan ketulusan dan keikhlasan. Dalam hal ini, kekayaan yang dimaksud adalah kekayaan rohani, yakni kedamaian batin dan keikhlasan dalam menjalani kehidupan.
Sebaliknya, siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan utama, maka Allah akan menempatkan kemiskinan dalam pandangannya dan menjadikan hidupnya penuh dengan keresahan dan kekurangan.
Abu Bakar al-Shibli lahir di Bagdad dan merupakan salah satu tokoh terkemuka dalam dunia tasawuf. Beliau dikenal sebagai murid dari Al-Junaid, seorang sufi besar pada masanya.
Meskipun hidup dalam kondisi yang penuh dengan ujian, baik secara material maupun spiritual, beliau tetap teguh dalam keimanannya dan tetap menjaga kebersihan hati.
Selama 87 tahun hidupnya, beliau memberikan banyak teladan tentang bagaimana seharusnya seorang hamba hidup dalam ketundukan kepada Allah.
Pada akhir hayatnya, Abu Bakar al-Shibli mengungkapkan perasaan rendah hati dan penuh penyerahan diri kepada Allah.
Beliau mengatakan bahwa segala amal baiknya tidak akan memberi manfaat bagi Allah, dan segala keburukannya pun tidak akan merugikan-Nya. Semua yang dilakukan oleh seorang hamba, pada akhirnya, adalah untuk kepentingan dirinya sendiri.
Allah tidak membutuhkan amal hamba-Nya, tetapi hamba lah yang membutuhkan ampunan dan rahmat-Nya.
Dalam kisah yang lebih lanjut, disebutkan bahwa suatu hari, Abu Bakar al-Shibli mendekati Ibnu Mujahid. Ibnu Mujahid kemudian memeluknya dan mencium di antara matanya.
Ketika ditanya tentang perbuatannya tersebut, Ibnu Mujahid menjelaskan bahwa ia telah melihat Nabi Muhammad SAW dalam tidurnya.
Dalam mimpi tersebut, Nabi berdiri menyambut kedatangan Abu Bakar al-Shibli, sebuah tanda penghormatan yang sangat mendalam terhadap sosok beliau.
Kisah-kisah seperti ini menunjukkan betapa besar kedudukan Abu Bakar al-Shibli di sisi Allah. Keikhlasan, tawadhu’, dan perjuangannya dalam meninggalkan dunia demi meraih akhirat menjadi teladan yang tak ternilai harganya bagi umat Islam hingga kini.
Sebagai umat yang ingin mengikuti jejak langkah para ulama besar, kita harus senantiasa berusaha untuk mengutamakan akhirat di atas dunia, serta menjauhi kecintaan yang berlebihan terhadap pujian manusia.
Dengan demikian, kita akan dapat meraih kebahagiaan yang sesungguhnya, baik di dunia maupun di akhirat.(Red/Part 7)
Refrensi Kajian,
Kitab Nashaihul Ibad
وَعَنْ أَبِي بَكْرِ الشَّبْلِي رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَهُوَ مِنْ عُظَمَاءِ العَارِفِينَ قَالَ : إلهِي إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَهَبَ لَكَ جَمِيعَ حَسَنَانِي مَعَ فَقْرِي وَضَعْفِي، فَكَيْفَ لَا تُحِبُّ سَيِّدِي أَنْ تَهَبَ لِي جَمِيعِ سَيِّئَاتِي مَعَ غِنَاكَ مَوْلَايَ عَنِّي ؟!
وروى الديلمي أنه قال : تَرْكُ الدُّنْيَا أَمَرُّ مِنَ الصَّبْرِ وَأَشَدُّ مِنْ حَطْمِ السُّيُوفِ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلَا يَتْرُكُهَا أَحَدٌ إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ مِثْلَ مَا يُعْطِي الشُّهَدَاءَ، وَتَرْكُهَا قلة الأكل والشَّبْعِ وَبُغْضُ الثَّنَاءِ مِنَ النَّاسِ فَإِنَّهُ مَنْ أَحَبَّ الثَّنَاءَ مِنَ النَّاسِ أَحَبَ الدُّنْيَا وَنَعِيمَهَا ، وَمَنْ سَرَّهُ النَّعِيمُ كُلُّ النَّعِيمِ فَلْيَدَعِ الدُّنْيَا وَالثَّنَاءَ مِنَ النَّاسِ .
وروى ابن ماجه أنه قال : مَنْ كَانَتْ نِيَّتُهُ الْآخِرَةَ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ شَمْلَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَنَتْهُ الدُّنْيَا رَاغِمَةً، وَمَنْ كَانَتْ نِيَّتُهُ الدُّنْيَا فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ».
(و) المقالة الثامنة والعشرون ( عن أبي بكر دلف بن جحدر الشبلي رحمه
الله تعالى بغدادي المولد والمنشأ، صحب الجنيد ومن في عصره، مالكي المذهب، عاش سبعاً وثمانين سنة ومات سنة أربع وثلاثين وثلاثمائة وقبره ببغداد (وهو من عظماء العارفين بالله تعالى (قال) في مناجاته إلهي إني أحب أن أهب لك جميع حسناتي مع فقري) أي احتياجي للحسنات (وضعفي) أي عجزي عن إكثار العبادات فكيف لا تحب سيدي بحذف حرف النداء (أن تهب لي) أي تسمح لي (جميع سيئاتي مع غناك مولاي عني أي عذابي، فإن سيئاتي لا تضرك وحسناتي لا تنفعك .
وقد أجازني بعض الفضلاء أن أقرأ بعد صلاة الجمعة سبع مرات هذه الأبيات الثلاثة : من بحر الوافر]
إلهي لست للفردوس أهلاً فهب لي زلتي واغفر ذنوبي وعاملني معاملة الكريم
ولا أقوى على نار الجحيم
فإنك غافر الذنب العظيم وثبتني على النهج القويم
حكاية : قدم الشبلي على ابن مجاهد فعانقه ابن مجاهد وقبل بين عينيه فسئل عن ذلك، فقال: رأيت النبي ﷺ في النوم وقد أقبل الشبلي فقام النبي ﷺ