Sumenep, Salam News. Id – Dana abadi yang terkumpul melalui wakaf merupakan salah satu instrumen penting untuk keberlangsungan operasional masjid. Namun, ada batasan yang jelas mengenai penggunaannya. Hal ini disampaikan oleh K. Robeit Alfaroh, MH, yang menekankan bahwa dana yang dikumpulkan harus digunakan untuk kepentingan masjid sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh para donatur. Tidak diperbolehkan bagi pengelola atau penanggung jawab dana wakaf untuk meminjam uang tersebut untuk kepentingan pribadi, apalagi memberikan pinjaman kepada pihak lain.Senin,(25/11/2024)
Menurut K. Robeit, dana wakaf adalah amanah yang diberikan oleh donatur kepada pengelola masjid. Pengelola ini berkewajiban untuk memastikan bahwa dana tersebut hanya digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu untuk kemaslahatan masjid. “Dana ini adalah dana abadi, yang berarti ia harus dikelola dengan sangat hati-hati dan tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat pribadi,” jelas K. Robeit.
Syekh Zakariya al-Ansari rahimahullah, seorang ulama besar, juga mengingatkan dalam kitab Asna al-Muttalib fi Sharh Rawd al-Thalib bahwa tidak diperbolehkan bagi Nazir (pengelola wakaf) untuk mengambil uang wakaf, apalagi untuk menjaminkan atau meminjamkan dana tersebut kepada pihak lain. “Bukan bagi Nazir untuk mengambil apa pun dari uang abadi di muka jaminan,” ujar Syekh Zakariya, yang menguatkan pendapat K. Robeit mengenai hal ini.

Dana wakaf, menurut K. Robeit, harus disalurkan sesuai dengan peruntukannya. Salah satu contoh yang dapat diterima adalah penggunaan dana wakaf untuk pembangunan masjid, pembiayaan kegiatan keagamaan, atau perawatan masjid agar tetap terjaga kebersihan dan fasilitasnya. Namun, pengelola masjid tidak boleh sembarangan dalam memperlakukan dana tersebut. “Sifat dana wakaf adalah abadi, jadi pengelolaan yang tidak sesuai bisa merugikan umat,” tambah K. Robeit.
Selain itu, K. Robeit juga menjelaskan bahwa pengelola dana wakaf memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga dan mengembangkan dana tersebut, bukan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain. Hal ini penting untuk dipahami agar dana yang terkumpul dapat terus memberi manfaat jangka panjang untuk umat. “Pengelolaan dana wakaf harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ini adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Dalam hal ini, K. Robeit merujuk pada pandangan ulama yang menyebutkan bahwa wakaf adalah bagian dari amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Oleh karena itu, dana wakaf yang digunakan untuk kepentingan umat, seperti pembangunan masjid dan kegiatan keagamaan, akan mendatangkan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat.
K. Robeit juga menegaskan bahwa ketika pengelola wakaf mengambil keputusan terkait penggunaan dana, harus selalu merujuk pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh para ahli fikih. Hal ini penting agar tidak terjadi penyalahgunaan dana yang dapat merugikan umat dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi masjid. “Setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan pada ketentuan yang jelas dan sah,” kata K. Robeit.
Pada akhirnya, pengelolaan dana wakaf merupakan tanggung jawab besar yang harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Kepercayaan yang diberikan oleh donatur harus dijaga dengan baik agar tujuan awal dari wakaf dapat tercapai dengan maksimal. “Tidak boleh ada pengelola yang memanfaatkan dana wakaf untuk kepentingan pribadi. Dana tersebut adalah amanah yang harus digunakan untuk kesejahteraan umat,” ujar K. Robeit.
Dengan demikian, pengelolaan dana wakaf harus sesuai dengan ketentuan agama dan hukum yang berlaku. Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana wakaf, termasuk pengelola masjid, harus memiliki kesadaran dan pemahaman yang mendalam mengenai kewajiban mereka. “Dana wakaf adalah sumber keberkahan, dan kita harus menjaga amanah ini dengan sebaik-baiknya,” tutup K. Robeit Alfaroh, MH.(Red)