Yokyakarta, Salam News. Id – salah satu kabupaten di Pulau Madura, Jawa Timur, mulai menunjukkan geliatnya dalam dunia seni rupa nasional Indonesia. Meski belum dikenal luas sebagai pusat seni rupa, Sumenep pernah menggelar pameran 128 karya lukis pada 7 Februari 2025.
Pameran tersebut diselenggarakan oleh kelompok perupa lokal bernama KLUPS dan mengambil tempat di Pendopo Keraton Sumenep yang bersejarah. KLUPS sendiri merupakan komunitas seni rupa Sumenep yang aktif mengangkat potensi seniman lokal agar dikenal lebih luas secara nasional.
Salah satu anggotanya, Taufik Rahman, pernah menorehkan prestasi dengan meraih The Best Art of The Year di Hongkong pada 2017. Penghargaan bergengsi tersebut diberikan oleh World Contemporary Artist (WCA), dan menjadi tonggak penting bagi seni rupa Sumenep.

Hingga kini, kegiatan seni rupa di Sumenep masih terus berlanjut dengan dukungan para perupa yang berkomitmen kuat. Salah satunya adalah pameran “Berdua Kita Utuh” oleh dua pelukis lokal, Sumantri Hotsu dan Tamar Saraseh, diadakan 12-19 Juni 2025.
Pameran ini diselenggarakan di Hotel Suramadu, Kota Sumenep, dengan tema besar kehidupan sehari-hari dan kebudayaan Madura. Kedua pelukis menampilkan gaya dan pendekatan visual yang berbeda namun saling melengkapi dalam narasi artistik mereka.
Sumantri Hotsu, 60 tahun, mengedepankan gaya semi-abstrak dengan subject matter yang masih dikenali, dihiasi elemen dekoratif cerah. Karyanya terinspirasi dari tradisi Madura, seperti lukisan pria berikat kepala duduk dengan keris di tangan dalam dominan biru.
Lukisan lain menggambarkan dua sapi dipacu pria di belakangnya, serta tiga perempuan dalam busana adat: penuh warna dan makna. Sumantri juga menampilkan citraan perempuan berlipstik merah, perahu kosong di laut, dan bentuk ikan dalam kanvas tunggalnya.
Eksplorasinya seringkali fokus pada satu objek utama, memberi kesan sederhana namun sarat simbol dan kedekatan budaya lokal. Berbeda dengan Sumantri, Tamar Saraseh menampilkan dunia surealis dalam lukisan berlapis dan penuh suasana magis nan gelap.
Tamar, lulusan seni rupa IKIP Malang, mengeksplorasi bentuk yang melayang dalam ruang mistis penuh simbol spiritual dan sosial. Salah satu karyanya menampilkan pria tradisional memegang wanita di atas kuda, dengan latar permukiman dalam warna gelap pekat.
Dalam “Reka Sapi”, seekor sapi besar berlapis elemen: pohon, rumah, puting susu, dan ember, mengandung narasi kompleks agraria. “Meracik Waktu” menggambarkan pria duduk menunjuk jam tua dengan latar senja, tubuhnya dipenuhi bentuk bangunan dan gentong.
Tamar meyakini warna hitam merepresentasikan realitas tersembunyi dan pengalaman spiritual sejak kecil yang sangat ia percaya. “Saya percaya kehidupan lebih asyik tersembunyi di balik panca indera,” ujarnya, menggambarkan filosofi di balik karya seninya.
Sumantri dan Tamar sama-sama memiliki karakter kuat dan visi yang jelas dalam membangun peta seni rupa dari tanah Madura. Bersama pelukis lain, mereka membangun ekosistem seni rupa Sumenep agar setara dengan kota-kota seni lain di Indonesia.
Sumenep kini tak sekadar dikenal sebagai wilayah budaya, tapi juga pelan-pelan merintis tempat dalam dunia seni rupa nasional. (*)