Sumenep, Salam News. Id – Kelangkaan elpiji 3 kilogram kembali terjadi di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sejak Kemis, 5 Juni 2025 lalu. Akibat kelangkaan itu, harga elpiji subsidi melonjak drastis, jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Warga pun mulai mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas bersubsidi tersebut, meski telah mencari ke berbagai toko atau pangkalan. Fatimatus Zahrah, ibu rumah tangga di Kecamatan Saronggi, mengaku membeli elpiji seharga Rp 23.000 per tabung melon.
“Itu pun sangat susah didapat. Saya harus antre dan belum tentu kebagian,” ungkap Fatimatus kepada wartawan Salam News.

Muhammad Masrul,SE Salah satu tokoh muda di Kecamatan Saronggi, menyampaikan kondisi serupa terjadi hampir merata di seluruh desa.
“Harga di sini sudah Rp 23.000 per tabung. Ini lebih parah dari kelangkaan yang sebelumnya terjadi,” ujar Masrul. Menurutnya, kelangkaan elpiji 3 kilogram sudah terjadi selama satu bulan tanpa ada solusi dari pihak berwenang.
Stok di pedagang kecil sangat terbatas, hanya mendapatkan jatah delapan hingga dua belas tabung setiap kali pengiriman. Nurul Aini, warga Kecamatan Batuan, juga mengeluhkan kelangkaan dan mahalnya harga elpiji dalam beberapa pekan terakhir.
“Harganya bahkan ada yang sampai Rp 24.000 per tabung. Itu pun belum tentu ada stok di pengecer,” katanya. Ia dan suaminya bahkan terpaksa berkeliling ke beberapa kecamatan untuk mendapatkan satu tabung gas subsidi tersebut.
“Kami pernah ke Rubaru, Ambunten, dan Kota. Tapi baru dapat dua tabung di Kecamatan Batuan,” tutur Nurul. Kelangkaan ini bukan pertama kali terjadi. Februari lalu, kejadian serupa juga terjadi di wilayah kepulauan Sumenep.
Beberapa kios di Kecamatan Arjasa dan Pulau Kangean dilaporkan serentak kehabisan stok selama beberapa hari berturut-turut. Warga menduga ada keterlambatan distribusi dari agen ke pangkalan serta lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah.
“Seharusnya pemerintah tanggap. Ini menyangkut kebutuhan pokok masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah,” ujar Masrul. Kepanikan warga pun meningkat, banyak yang akhirnya membeli tabung gas jauh lebih mahal dari harga seharusnya.
Kelangkaan ini juga memicu munculnya praktik penimbunan dan distribusi tidak merata, terutama di wilayah pelosok. Beberapa pangkalan diketahui hanya menerima kiriman satu kali dalam dua minggu, jauh dari kebutuhan harian warga.
Warga berharap pemerintah daerah dan Pertamina segera turun tangan menangani kelangkaan yang terus berulang ini. “Kalau seperti ini terus, kami masyarakat kecil yang paling merasakan dampaknya,” ujar Nurul Aini dengan nada kecewa.
Pemerintah Kabupaten Sumenep diminta segera melakukan sidak dan mengevaluasi sistem distribusi elpiji 3 kilogram. Selain itu, perlu ada pengawasan ketat terhadap agen agar distribusi benar-benar sampai ke pangkalan resmi.
Apalagi, ada 15 kecamatan di Sumenep yang dilaporkan belum menerima kiriman tabung dari agen selama berminggu-minggu. Warga mengaku hanya bisa berharap kondisi segera normal agar aktivitas rumah tangga tidak terganggu lebih parah.
Kelangkaan gas ini tidak hanya berdampak pada rumah tangga, tetapi juga pada pelaku UMKM yang mengandalkan elpiji. Warung makan, penjual gorengan, hingga pedagang nasi pun mulai mengurangi produksi karena terbatasnya stok elpiji.
Bila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka ekonomi kecil di Sumenep bisa terganggu secara signifikan. Pemerintah dan lembaga terkait harus menjamin pasokan elpiji aman, khususnya untuk masyarakat bawah yang sangat terdampak.(*)